Rabu, 11 Agustus 2010

RENUNGAN PAGI


Smart Dialog :
Baru baru ini kami menerima surat dari member kami yang berisi seputar problematika orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Kami sengaja menampilkan surat ini (tentu saja dengan menyembunyikan nama dan identitas asli) untuk sekedar memberi gambaran bagi para orang tua yang juga memiliki masalah yang sama. Semoga saja bisa menjadi sumber inspirasi dan pencerahan bagi para ortu yang memiliki “special need children” Petikan isi suratnya sbb:
"Ass..ka wien sy punya anak ADS hiperaktif bernama Aca.Dia anak yang sangat aktif Saat ini Aca sekolah disebuah TK. Sejauh ini sudah mulai agak bisa diarahkan dan mulai nyaman tp usaha saya ini tidak didukung olh suami & keluarga suami saya. Mereka terkadang suka memukul walau tidak kencang tapi saya sebagai ibu saya sakit hati saya mau marah ga enak karena menghargai orang tua dan ujung-ujungnya saya malah emosi sendiri sama Aca, terkadang saya sedih dan menangis kenapa sikap mereka begitu apa meraka ga bisa nerima anak saya karena malu...saya ga mau usaha saya sia-sia. Aca sudah sedikit mandiri dan disekolah sedikit sudah bisa diarahkan tapi kalo terus begini saya takut dampak disekolah dia jadi kasar...tolong ka wien saya minta solusinya dan untuk saya gimana saya harus menahan agar saya juga tidak ikut emosi kasihan juga anak saya ka’...terima kasih Wassalamu alaikum"

Jawaban Kak Wien :
Waalaikum salam , Trimakasih mama Aca telah berbagi , memiliki anak berkebutuhan khusus memang berat bagi orang tua. Kita tidak pernah mengharapkan punya anak "special need". Tapi bagaimanapun anak adalah anugerah yang diberikan Allah SWT kepada kita dan tugas kita hanya menjaga amanah yang diberikan Allah. Saat ini mungkin masih ada sikap penolakan terhadap anak. Tetap jaga kesabaran ya bu..........Insyaallah ada hikmah dibalik semua ini. Siapa tau justru anak inilah yang akan mengangkat derajat ibu kelak dikemudian hari. Saya menyarankan ibu untuk masuk dalam komunitas/ kelompok orang tua yang punya anak berkebutuhan khusus atau paling tidak orang tua yang punya problem sama dengan ibu. Ibu bisa sharing seputar anak dengan mereka. Kebetulan di Bina Kreatif juga ada program terapi untuk anak berkebutuhan khusus, jadi setiap hari Insyaallah ada terapis yang standby ditempat. Ibu bisa ke Bina Kreatif untuk sekedar sharing dengan terapis kami. Tapi sebelumnya hub via telpon dulu ya bu, untuk mencari waktu yang agak longgar.Yang terpenting beban psikologis ibu sedikit berkurang. Dengan demikian akan mengurangi emosi dan menstabilkan kondisi emosional ibu. Memang sih...dukungan suami dan orang sekitar kita akan membantu, tapi kalau kondisi saat ini tidak memungkinkan ya....tetap sabar dan terus berdoa ya bu. jangan putus asa dan tetap semangat!!! Wassalamualaikum.

Hendaknya ini menjadi bahan renungan bagi kita semua. Betapa sebenarnya sungguh berat beban orang tua yang harus menerima kenyataan memiliki anak “tidak sama” dengan anak lain. Untuk itu kami menghimbau bagi anda yang melihat anak – anak berkebutuhan khusus ( ADHD, Autisme, Down Syndrome, Sindroma Asperger’s, Celebral Palsy, dll) entah itu tetangga, sanak saudara, keponakan, murid dikelas, dsb , mohon jangan kucilkan mereka. Sedikit perhatian yang anda berikan sangat bermakna bagi mereka. Karena bagaimanapun juga mereka tetap anak – anak Indonesia yang butuh kasih sayang, perhatian dan pendidikan yang layak.
Dan bagi anda para orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus, tetap sabar dan tetap berjuang untuk anak kita. Bagaimanapun mereka adalah amanah dari yang maha kuasa yang harus tetap kita jaga. Yakinlah…….. pasti banyak HIKMAH tersembunyi dibalik ini semua.

Info : Ikuti Program On Line Consulting bersama Kak Wien Setiap hari selama Bulan Ramadhan Hub : 87987089 / 08151853874

INFO REDAKSI 2009

Sekilas info

“BINA KREATIF” inclusi school.

Beberapa bulan yang lalu, kami kedatangan seorang ibu dengan anaknya yang berusia 7 tahun. Sekilas anak ini terlihat normal, namun ternyata anak ini menderita gangguan autisma. Dengan kalimat yang terbata – bata dan linangan air mata ibu tersebut menceritakan kondisi anaknya tersebut. Bukan itu saja secara kebetulan anak pertamanya juga menderita autis. Waktu kami bertanya sejak kapan ibu mengetahui bahwa anak ibu menderita autisme? Ibu menjawab bahwa ia mengetahui anaknya menderita autis semenjak si anak berumur 2 tahun. Lagi – lagi masalah ekonomi menjadi penghalang bagi ibu untuk memberikan penanganan dini bagi anaknya. Dengan hanya mengandalkan penghasilan ayah yang kerja serabutan menjadi suatu hal yang mustahil bagi sang ibu untuk memberikan penanganan dini bagi sang anak. Kita sama – sama tahu bahwa biaya yang harus dikeluarkan untuk menangani anak autis sangat besar. Memang ada pusat – pusat penanganan autis yang tidak memungut biaya alias gratis, namun letaknya umumnya ditengah kota. Sangat jauh dari jangkauan kami yang berada diperbatasan depok dan bogor. Walhasil pemandangan orang tua yang membiarkan begitu saja “anak specialnya” berkembang apa adanya sering kami jumpai.

Mengingat perkembangan autis saat ini semakin meningkat, memang sebaiknya lebih banyak informasi mengenai gejala – gejala autis dan penanganannya diberikan ke masyarakat. Bayangkan saja, menurut lembaga riset autisme yang berpusat di Amerika perbandingan penderita autis adalah 1 : 150 sedangkan di inggris lebih fantastis lagi yaitu 1 : 100. dan ini semua mungkin akan menjadi semakin besar. Di Indonesia sendiri belum ada riset yang menyebutkan data spesifik penderita autisme. Autisme sendiri dalam dunia kedokteran berada dalam grey area. Penyebab autisme tidak diketahui secara jelas. Namun yang pasti bukan karena keturunan.

Kami disini tidak akan membahas tentang apa itu autis dan bagaimana penanganannya. Bermula dari cerita diawal tulisan kami, kami lebih menujukan tulisan ini untuk para ibu yang memiliki anak special need. Karena kami begitu memahami betapa berat beban yang dipikul para ibu yang punya anak special need.

Anak adalah karunia Tuhan yang begitu kita dambakan. Namun betapa hancur hati orang tua begitu mengetahui anak yang selama ini ditunggu- tunggu tidak seperti yang diharapkan. Perasaan bercampur aduk antara penerimaan dan penolakan. Ada rasa senang karea memiliki anak, namun ada rasa marah, sedih dan kecewa.

Perasaan putus asa seringkali mewarnai hati orang tua dalam mendampingi anaknya. Ketika masalah demi masalah datang silih berganti namun seolah tidak ada penyelesaiannya.

Mungkin disaat orang tua mulai bisa menerima kondisi anak, masalah muncul dari anggota keluarga lain atau dari lingkungan sekitar. Kami menemukan beberapa kasus yang nenek atau kakek tidak bisa menerima cucunya yang autis. Bisa jadi karena malu atau merasa tidak pernah punya keturunan yang “berbeda” dengan orang kebanyakan.

Beberapa orang tua mengeluh betapa sulitnya mencari teman bermain bagi anaknya. Bisa dimaklumi karena kondisi anak autis seringkali tantrum sehingga banyak yang menjadi “korban” entah itu dipukul, digigit atau ditendang. Apalagi kalau anak kita lantas dicap sebagai anak yang nakal. Memang sedih juga ya bu…, melihat anak- anak lain bisa bermain dengan ceria sementara anak kita hanya bisa melihat teman – temannya dari balik pagar rumah.

Dalam menghadapi semua ini, kami selalu menyarankan para orang tua untuk berbagi pengalaman dengan sesama orang tua yang memiliki anak khusus. Sehingga beban psikologis bisa terangkat. Bergabung dengan berbagai milis atau perkumpulan orang tua penyandang autis juga sangat kami sarankan. Satu kata kunci yang harus selalu dipegang adalah IKHLAS. Ikhlas menerima semua pemberian Tuhan ini dan berusaha semampunya karena bagaimanapun pasti ada hikmah dibalik semua yang diberikan Tuhan kepada kita.

Penanganan anak autis tidak bisa berjalan sendiri – sendiri. Harus ada kerjasama antar orang tua, dokter, terapis, psikolog dan orang orang terdekat yang terlibat pengasuhan. Terbuka terhadap setiap masukan yang diberikan dan jangan merasa benar sendiri.

Kami menghimbau juga kepada para ibu dan ayah yang menemukan anak berkebutuhan khusus dilingkungan rumah atau di sekolah, jangan dikucilkan. Karena dukungan dari lingkungan sekitar sangat mempengaruhi perkembangan si anak. Mungkin anak ini terlihat aneh dan menjengkelkan, tapi ingatlah merekapun memiliki hak yang sama seperti anak- anak lainnya.

Info selanjutnya Hubungi :

Bina Kreatif Inclusi School ( 021 ) 87987089

e-mail : www.bina.kreatif@yahoo.co.id

JURNAL "KAK WIEN" 2009

AKTIVITAS “ KAK WIEN”


Selain Aktif sebagai psikolog dan konsultan Pendidikan, Beliau juga mengisi Rubrik Psikologi di RRI Pro – 1 Jakarta, “Banyak hal yang harus diperbaiki dalam mengasuh dan mendidik Anak – anak” kata Kak Wien ketika sedang wawancara di RRI Pro- 1 bersama Ibu DR.Heren … dari Dirjen Kesetaraan DIKNAS Jakarta.

Mengisi Seminar Psikologi sudah menjadi agenda rutin bahkan beliau ini bisa 20 – 25 kali mengisi seminar dalam sebulan ,….. kebayang juga sih padatnya aktivitas beliau….. beberapa kali mengisi seminar ternyata ada yang berkesan ….. seperti saat mengisi seminar di “BEKhANG TNI – AD” Cibinong Bogor. “Awalnya tegang sekali” kata beliau …. tetapi selanjutnya juga asyik.

Keceriaan saat mengisi Seminar itulah yang menjadi cirikhas Kak Wien…. “Bapak , Ibu sehaaaaat…..” kata kakWien. “Sehatttttt…” Jawab Audien. “Kantongnya juga sehaaaattttt…..” sapaan lagi dari beliau. “Haaaa ….haaaa…..haaaa…” Sambut Audien. Wah pokoknya seru deh…. kalau ikutan seminarnya kakWien.

Beliau juga aktif di beberapa lembaga riset… juga lembaga – lembaga ( LSM ) yang berkecimpung di dunia anak. Yang tak kalah menariknya beliau juga sering mengadakan “Sharing Psikologi” dengan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Beliau juga sebagai Pendiri “SEKOLAH INKLUSI” Bina Kreatif di Depok. Yaitu sekolah yang mengajarkan pada Anak – anak Berkebutuhan khusus, seperti Autisme, syndrome down , Cerebral Palsi “CP” , ADHD , ADD dan lain – lain.

Kak Wien ini juga mendirikan “Kursus Emosional” asyik ya….. kalau pingin ketemu beliau … he…he…. mesti bikin janji dulu ke staf managementnya…. Oke … semoga bisa lebih akrab lagi dengan beliau….. SUKSES KAK WIEN …. ( Red on line Bina Kreatif )