Rabu, 08 September 2010

APASIH BKKC 2010


BINA KREATIF KIDS CARE
Aksi Peduli dan Berbagi bersama Psikolog
Dalam perjalanan kami mengenalkan dunia psikologi kepada masyarakat awam, banyak sekali kami temukan kendala. Selama ini masyarakat awam hanya tahu kalau tugas psikolog hanya menangani orang stress, mengadakan tes – tes kecerdasan/IQ atau sebatas HRD di perusahaan – perusahaan. Hal ini memang bisa dimaklumi karena kurangnya sosialisasi peran psikolog di masyarakat. Padahal melihat perkembangan perilaku masyarakat saat ini yang penuh dengan tekanan hidup dan berbagai masalah sosial banyak hal yang bisa dilakukan. Sekali lagi, tekanan apapun yang dialami orang tua pasti akan berdampak pada perkembangan emosional anak. Untuk itulah Bina Kreatif mencoba mendampingi orang tua dalam mendidik dan mengasuh anak.
Suatu hari kami mengadakan dialog di salah satu sekolah yang letaknya terpencil didesa Ciseeng Parung Bogor. Kami menemui seorang ibu muda yang sudah memiliki 3 anak yang masih kecil – kecil. Jangankan bertemu psikolog atau mencari ilmu tentang fase perkembangan anak, untuk biaya hidup sehari – hari dan kesehatan pun sangat sulit. Si Ibu menikah diusia 15 tahun dan diusianya yang hampir berkepala dua ini ia harus mengasuh anak – anak yang menurut kami sangat berat. Karena sisi emosional ibu belum matang dalam mendidik anak maka solusi yang sering dilakukan untuk putra - putrinya adalah dengan memarahi dan memakai kekerasan fisik. Bahkan anak sulungnya yang belum genap 4 tahun harus menerima hukuman setiap hari, mulai cubitan, jeweran maupun pukulan di pantat. Ketika kami ajak dialog, banyak sekali keluhan menghadapi perilaku anak yang menurutnya sulit untuk dikendalikan. Ketika kami menglakukan observasi anak lebih lanjut, ternyata ditemui kondisi anak tergolong “ Hiperaktive”.
Kami mencoba lebih mengarahkan pada tindakan langsung mengatasi masalah si Sulung yang Hiperaktif. Kami melakukan kerja sama dengan pihak sekolah. Alhamdulillah pihak sekolah menyambut baik keinginan kami dan kebetulan ada salah satu guru yang bersedia mendampingi anak di sekolah. Kami sering melakukan kontak dengan guru yang menangani si anak. Penanganan di bulan 1 sampai dengan 6 belum banyak terlihat perkembangannya. Namun penanganan terus menerus diberikan Sampai akhirnya mulai terlihat perubahan menjelang tahun pertama. Anak sudah terlihat jauh lebih bisa mengontrol gerak dan emosionalnya. Semua ini bisa berkesinambungan dengan baik karena ada kerjasama orang tua , sekolah ( guru ) dan psikolog yang mendampingi. Orang tuanya sangat bersyukur walaupun harus menyisihkan biaya 3 ribu rupiah untuk menelpon lewat wartel setiap konsultasi ke kami. Saat ini beliau jauh lebih bisa memahami perkembangan psikologis putra – putrinya, lebih sabar , lebih pengertian dan lebih bersyukur.
Bapak ibu yang budiman itu tadi sekilas berbagi pengalaman menghadapi permasalahan putra – putri di rumah. Masih banyak pengalaman – pengalaman kami dalam mensosialisasikan Psikolog masuk ke sekolah.
Dalam perjalanan kami menelusuri sekolah – sekolah , banyak kami jumpai permasalahan anak mulai dari masalah yang ringan sampai yang rumit. Hampir disetiap sekolah dijumpai anak yang bermasalah mulai dari emosional yang labil sampai kesulitan berkonsentrasi. Bahkan dua tahun terakhir ternyata semakin banyak permasalahan disekolah yang kami temui. Untuk memfasilitasi sekolah, kami luncurkan Program Pendampingan Guru, Program Pendampingan Sekolah dan Program Pendampingan Anak dan Orang tua ( atau biasa kami singkat dengan PPG , PPS , PPA )
Setelah kami luncurkan program PPG , PPS , PPA respon dari orang tua sangat baik. Mereka sangat antusias menanggapi program kami. Kami memberikan layanan konsultasi sore hari jam 4 sore sampai jam 6 sore melalui telepon. Setiap hari rata – rata 10 penelpon menanyakan problem yang dialami putra putrinya. Kami juga memberikan layanan dalam bentuk “Konsultasi via SMS” dan ternyata dalam sehari kami mendapatkan pertanyaan dari SMS sangat banyak. Awalnya kami sempat berfikir bagaimana menanggulangi biaya pulsa telpon yang membengkak. Tetapi Alhamdulillah, bantuan datangnya langsung dari Allah. Insyaallah rezeki datangnya dari mana saja. Sampai saat ini layanan paling banyak peminatnya adalah sharing via SMS. Para orang tua merasakan banyak manfaat dalam memperoleh penanganan praktis masalah putra – putrinya. Bahkan sekarang ini orang tua bisa memiliki Psikolog Keluarga tanpa harus mengeluarkan biaya besar. Memang Program Berbagi yang kami luncurkan belum banyak dirasakan banyak orang,. baru sebatas orang tua yang menjadi member Bina Kreatif.
Melalui program konsultasi lewat telepon, orang tua bisa berdiskusi atau menanyakan langsung penanganan masalah anak kepada psikolog. Ada satu peristiwa yang sampai sekarang masih sangat hangat di ingatan kami yaitu ada seorang ibu yang berkonsultasi dan curhat tentang anak semata wayangnya yang kini mengalami Kekurangan fisik dan mental. Hampir dua jam si ibu cerita mulai dari kelahiran putranya Dodi yang lahir premature, sampai usia 2 tahun belum bisa berjalan, bahkan untuk mengucapkan kata “mama” saja baru terdengar jelas ketika usianya sudah 4 tahun. Dodi juga sering sakit – sakitan hampir setiap bulan berobat ke dokter atau Rumah sakit Dodi anak yang tidak bisa diam, aktif bergerak, dan diusianya yang hampir 7 tahun kondisi mentalnya masih seperti anak 4 tahun. Belum lagi menghadapi keluhan dan cibiran tetangga yang menganggap Dodi anak aneh dan nakal, Bahkan yang lebih menyakitkan ketika Dodi harus dikucilkan dengan teman – teman seusianya karena orang tua yang lain khawatir kalau anaknya akan “disakiti” oleh Dodi. Dalam waktu yang cukup lama kami pun ikut merasakan kesedihan yang dihadapi si ibu. Kami hanya bisa memberikan motivasi dan mempersilahkan sang ibu untuk datang langsung ke Bina Kreatif untuk sharing dengan konsultan dan terapis kami.
Kami bisa memahami betapa beratnya memiliki anak yang punya “keterbatasan”, karena kamipun pernah mengalami hal yang sama. Ini sedikit cerita tentang anak pertama kami Fian. Diusia 4 bulan Fian sering mengalami kejang/ Step. Ketika demam dengan suhu badan 38 derajat Celcius saja anak kami sudah mengalami kejang. Hal ini memicu kecemasan yang sangat berlebihan pada diri kami. Kami juga menyadari bahwa anak yang sering mengalami kejang pasti akan mengalami keterlambatan berfikir dan emosionalnya cenderung kurang stabil. Ketika Fian masuk TK terlihat konsentrasinya tidak maksimal, bahkan menurut guru kelas, cenderung banyak melamun. Kami mencoba mencari literature kemana – mana mulai dari dokter syaraf, dokter spesialis anak bahkan sampai tak terhitung buku perkembangan anak yang kami baca. Peristiwa anak kami dikucilkan teman, dipandang sebelah mata oleh tetangga, tidak dipahami oleh guru kelasnya adalah perjalanan hidup yang telah kami lewati. Beban kami bertambah berat karena kami dikenal sebagai Psikolog yang sering memberikan solusi kepada banyak orang. Bagi orang yang tidak tahu kronologis kejadiannya pasti akan berpikir masa sih anak seorang Psikolog kok kayak gini ???? perkembangan anaknya jauh sekali dari ideal. Rasa tidak bisa menerima ketetapan Allah juga pernah kami alami, astaghfirullah’aladzim……..Namun kami tetap mencoba bersabar dan terus berusaha. Alhamdulillah jerih payah kami ada hasilnya, kesabaran kami membuahkan hasil. Saat ini putra kami sudah kelas 5 SDN Cipayung Jaya Depok, dan hasil belajarnya lumayan menggembirakan. Akhirnya kami menyadari, ternyata hikmah yang ada dibalik peristiwa ini jauh lebih berharga dibandingkan dengan kesulitan yang telah kami lewati dan yang akan terus kami perjuangkan. Kami jadi lebih bisa memahami orang tua yang mengalami hal yang sama dengan yang kami rasakan. Dan Insyaallah kami ingin berbuat lebih banyak lagi untuk menolong orang tua yang memiliki anak bermasalah dan “special need”
Mulai tahun 2002 - 2003 kami melakukan kegiatan pendampingan anak berkebutuhan khusus. Program pendampingan kami tidak hanya fokus pada penanganan anak melalui terapi saja, tetapi kami juga berusaha mendampingi orang tua. Kami sadar bahwa beban mental orang tua yang memiliki “anak berkebutuhan khusus” sangat tinggi. Karena bagaimanapun juga siapa sih yang mau punya anak special need? Dan kami pun yakin para orang tua ini tidak punya bekal untuk mendampingi anaknya. Padahal orang tua adalah bagian terpenting untuk kemajuan perkembangan anak yang memiliki keterbatasan. Dengan sering mengajak sharing orang tua, kami berharap beban psikologis orang tua bisa turun sehingga lebih bisa menerima kondisi anak, memiliki motivasi positif terhadap anak, yang tentu saja berdampak besar terhadap kondisi psikologis anak. Kami sadar bahwa program pendampingan ini belum berjalan maksimal, sehingga pada tahun 2006/2007 kami mulai mensosialisasikan sedikit demi sedikit problem anak berkebutuhan khusus di sekolah – sekolah yang telah menjadi member kami. Kami berharap semakin banyak orang tua dan pihak sekolah yang paham tentang wacana ini maka semakin banyak juga orang tua yang tertolong.
Walaupun kami fokus pada anak berkebutuhan khusus tetapi kami membuka akses juga untuk sharing seputar problema anak. Sharing kami lakukan di acara Parenting Course hasil kerjasama Bina Kreatif dengan sekolah – sekolah binaan maupun di kantor Bina Kreatif Jl. Akar Wangi 2 no. 24 Komplek Departemen Pertanian “Atsiri Permai” Citayam phone 021 87987089 setiap hari Senin – Sabtu dari jam 8 – 11 siang , dengan dibantu 3 terapis dan 1 konsultan.
Seiring waktu semakin banyak orang tua yang merasakan manfaat sharing yang kami lakukan. Bahkan kami memberikan layanan sharing gratis bagi orang tua yang mempunyai “Member Card Bina Kreatif Kids Care” dengan terlebih dahulu konfirmasi kedatangan.
Kami turut bahagia ketika orang lain bisa mendapatkan manfaat dari apa yang kami berikan . Semoga bermanfaat dan Tetap Semangat !!!!!

Bina kreatif , September 2010

INFO REDAKSI 2009

Sekilas info

“BINA KREATIF” inclusi school.

Beberapa bulan yang lalu, kami kedatangan seorang ibu dengan anaknya yang berusia 7 tahun. Sekilas anak ini terlihat normal, namun ternyata anak ini menderita gangguan autisma. Dengan kalimat yang terbata – bata dan linangan air mata ibu tersebut menceritakan kondisi anaknya tersebut. Bukan itu saja secara kebetulan anak pertamanya juga menderita autis. Waktu kami bertanya sejak kapan ibu mengetahui bahwa anak ibu menderita autisme? Ibu menjawab bahwa ia mengetahui anaknya menderita autis semenjak si anak berumur 2 tahun. Lagi – lagi masalah ekonomi menjadi penghalang bagi ibu untuk memberikan penanganan dini bagi anaknya. Dengan hanya mengandalkan penghasilan ayah yang kerja serabutan menjadi suatu hal yang mustahil bagi sang ibu untuk memberikan penanganan dini bagi sang anak. Kita sama – sama tahu bahwa biaya yang harus dikeluarkan untuk menangani anak autis sangat besar. Memang ada pusat – pusat penanganan autis yang tidak memungut biaya alias gratis, namun letaknya umumnya ditengah kota. Sangat jauh dari jangkauan kami yang berada diperbatasan depok dan bogor. Walhasil pemandangan orang tua yang membiarkan begitu saja “anak specialnya” berkembang apa adanya sering kami jumpai.

Mengingat perkembangan autis saat ini semakin meningkat, memang sebaiknya lebih banyak informasi mengenai gejala – gejala autis dan penanganannya diberikan ke masyarakat. Bayangkan saja, menurut lembaga riset autisme yang berpusat di Amerika perbandingan penderita autis adalah 1 : 150 sedangkan di inggris lebih fantastis lagi yaitu 1 : 100. dan ini semua mungkin akan menjadi semakin besar. Di Indonesia sendiri belum ada riset yang menyebutkan data spesifik penderita autisme. Autisme sendiri dalam dunia kedokteran berada dalam grey area. Penyebab autisme tidak diketahui secara jelas. Namun yang pasti bukan karena keturunan.

Kami disini tidak akan membahas tentang apa itu autis dan bagaimana penanganannya. Bermula dari cerita diawal tulisan kami, kami lebih menujukan tulisan ini untuk para ibu yang memiliki anak special need. Karena kami begitu memahami betapa berat beban yang dipikul para ibu yang punya anak special need.

Anak adalah karunia Tuhan yang begitu kita dambakan. Namun betapa hancur hati orang tua begitu mengetahui anak yang selama ini ditunggu- tunggu tidak seperti yang diharapkan. Perasaan bercampur aduk antara penerimaan dan penolakan. Ada rasa senang karea memiliki anak, namun ada rasa marah, sedih dan kecewa.

Perasaan putus asa seringkali mewarnai hati orang tua dalam mendampingi anaknya. Ketika masalah demi masalah datang silih berganti namun seolah tidak ada penyelesaiannya.

Mungkin disaat orang tua mulai bisa menerima kondisi anak, masalah muncul dari anggota keluarga lain atau dari lingkungan sekitar. Kami menemukan beberapa kasus yang nenek atau kakek tidak bisa menerima cucunya yang autis. Bisa jadi karena malu atau merasa tidak pernah punya keturunan yang “berbeda” dengan orang kebanyakan.

Beberapa orang tua mengeluh betapa sulitnya mencari teman bermain bagi anaknya. Bisa dimaklumi karena kondisi anak autis seringkali tantrum sehingga banyak yang menjadi “korban” entah itu dipukul, digigit atau ditendang. Apalagi kalau anak kita lantas dicap sebagai anak yang nakal. Memang sedih juga ya bu…, melihat anak- anak lain bisa bermain dengan ceria sementara anak kita hanya bisa melihat teman – temannya dari balik pagar rumah.

Dalam menghadapi semua ini, kami selalu menyarankan para orang tua untuk berbagi pengalaman dengan sesama orang tua yang memiliki anak khusus. Sehingga beban psikologis bisa terangkat. Bergabung dengan berbagai milis atau perkumpulan orang tua penyandang autis juga sangat kami sarankan. Satu kata kunci yang harus selalu dipegang adalah IKHLAS. Ikhlas menerima semua pemberian Tuhan ini dan berusaha semampunya karena bagaimanapun pasti ada hikmah dibalik semua yang diberikan Tuhan kepada kita.

Penanganan anak autis tidak bisa berjalan sendiri – sendiri. Harus ada kerjasama antar orang tua, dokter, terapis, psikolog dan orang orang terdekat yang terlibat pengasuhan. Terbuka terhadap setiap masukan yang diberikan dan jangan merasa benar sendiri.

Kami menghimbau juga kepada para ibu dan ayah yang menemukan anak berkebutuhan khusus dilingkungan rumah atau di sekolah, jangan dikucilkan. Karena dukungan dari lingkungan sekitar sangat mempengaruhi perkembangan si anak. Mungkin anak ini terlihat aneh dan menjengkelkan, tapi ingatlah merekapun memiliki hak yang sama seperti anak- anak lainnya.

Info selanjutnya Hubungi :

Bina Kreatif Inclusi School ( 021 ) 87987089

e-mail : www.bina.kreatif@yahoo.co.id

JURNAL "KAK WIEN" 2009

AKTIVITAS “ KAK WIEN”


Selain Aktif sebagai psikolog dan konsultan Pendidikan, Beliau juga mengisi Rubrik Psikologi di RRI Pro – 1 Jakarta, “Banyak hal yang harus diperbaiki dalam mengasuh dan mendidik Anak – anak” kata Kak Wien ketika sedang wawancara di RRI Pro- 1 bersama Ibu DR.Heren … dari Dirjen Kesetaraan DIKNAS Jakarta.

Mengisi Seminar Psikologi sudah menjadi agenda rutin bahkan beliau ini bisa 20 – 25 kali mengisi seminar dalam sebulan ,….. kebayang juga sih padatnya aktivitas beliau….. beberapa kali mengisi seminar ternyata ada yang berkesan ….. seperti saat mengisi seminar di “BEKhANG TNI – AD” Cibinong Bogor. “Awalnya tegang sekali” kata beliau …. tetapi selanjutnya juga asyik.

Keceriaan saat mengisi Seminar itulah yang menjadi cirikhas Kak Wien…. “Bapak , Ibu sehaaaaat…..” kata kakWien. “Sehatttttt…” Jawab Audien. “Kantongnya juga sehaaaattttt…..” sapaan lagi dari beliau. “Haaaa ….haaaa…..haaaa…” Sambut Audien. Wah pokoknya seru deh…. kalau ikutan seminarnya kakWien.

Beliau juga aktif di beberapa lembaga riset… juga lembaga – lembaga ( LSM ) yang berkecimpung di dunia anak. Yang tak kalah menariknya beliau juga sering mengadakan “Sharing Psikologi” dengan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Beliau juga sebagai Pendiri “SEKOLAH INKLUSI” Bina Kreatif di Depok. Yaitu sekolah yang mengajarkan pada Anak – anak Berkebutuhan khusus, seperti Autisme, syndrome down , Cerebral Palsi “CP” , ADHD , ADD dan lain – lain.

Kak Wien ini juga mendirikan “Kursus Emosional” asyik ya….. kalau pingin ketemu beliau … he…he…. mesti bikin janji dulu ke staf managementnya…. Oke … semoga bisa lebih akrab lagi dengan beliau….. SUKSES KAK WIEN …. ( Red on line Bina Kreatif )