Rabu, 11 April 2012

BINA KREATIF NEWS


Musibah, Gempa Bumi Aceh 8,5 SR hari rabu 11 April 2012 : Ujian Atau Teguran?
Pada hari Rabu tanggal 11 April 2012 telah terjadi gempa bumi yang mengguncang daerah Sumatra, diantaranya Aceh , Medan , dsb, dengan kekuatan 8,5 Skala Richter. Disusul gempa berikutnya 8,1 Skala Ricter. Alhamdulillah tidak ada korban jiwa.

Kita sebagai umat muslim harus memandang kejadian ini dalam perspektif islam, adapun menurut para ulama ada tiga pandangan islam dalam suatu bencana, yaitu:

1. Ujian dari Allah SWT. Yaitu Allah menurunkan musibah atau bencana kepada makhluk-Nya yang beriman kepada-Nya sebagai ujian terhadap keimanan seseorang, apakah ia akan tetap istiqamah terhadap keimanannya. Karena di dalam Al-Qur’an diterangkan bahwa “Apakah engkau mengaku bahwa dirimu beriman, sebelum diturunkan kepadamu suatu cobaan.”

2. Teguran dari Allah SWT. Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang terhadap para makhluk-Nya, Dia tidak akan tega melihat hamba-Nya yang masih mempunyai iman walaupun sedikit untuk larut dalam perbuataan dosa dan pelanggaran terhadap segala peraturan Allah SWT, makanya Allah SWT menegurnya dengan bencana supaya hambanya yang selamat bisa berbenah diri dan menyadari kesalahannnya kemudian bertaubat dan kembali ke jalan Allah.

3. Azab dari Allah SWT. Azab diturunkan Allah SWT kepada kaum yang nyata membangkang dan betul-betul tidak mau menerima Ajaran Allah dan para Nabinya. Dalam hal ini Allah betul-betul Maha Kuasa untuk menghancurkan suatu negeri tanpa sisa, seperti yang diceritakan dalam Al-Qur’an yaitu kisah-kisah kaum Nabi Nuh, kaum Nabi Luth, Penduduk Madyan atau kaum Nabi Syuaib. Yang diturunkan banjir dasyat, gempa dasyat, petir, dan hujan batu api. Mereka semua dibinasakan (kecuali sedikit orang yang mengikuti petunjuk Rasul Allah).

Kita dapat memetik hikmah dari bencana-bencana yang melanda negeri kita dalam dekade terakhir ini mulai dari Tsunami di Aceh, gempa dan tsunami Jogya, jebolnya Situ Gintung, dan banyak lagi bencana yang lain yang melanda negeri kita ini, sampai bencana gempa yang melanda Jawa Barat. Dan pertanyaannya adalah apakah bencana tersebut diturunkan sebagai ujian, teguran, atau azab. Kalau ujian hanya diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya yang saleh yang selalu berusaha menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, dan ini biasanya bersifat musibah pribadi. Seperti Nabi-Nabi kita yang diuji Allah melalui sakit, kemiskinan atau seperti orang-orang yang Saleh lainnya. Dan itu saya rasa sangat jauh dari musibah yang terjadi pada kita akhir-akhir ini, karena kita melihat sendiri fenomena masyarakat yang katanya beriman namun tetap melakukan maksiat seperti sex bebas, Zina, pelacuran, perjudian,narkoba, miras, kejahatan pencurian, perampokan, koruptor, perbuatan syirik dan lain sebagainya yang semuanya perbuatan melanggar ketentuan Allah. Kita bisa lihat sendiri di siaran kriminal di televisi itukah tanda-tanda orang beriman yang diuji?

Kalau azab diturunkan sebagai murka Allah kepada hamba-Nya yang betul-betul mengingkari-Nya, seperti jaman nabi-nabi kita yang nyata-nyata umatnya tidak mau beriman kepada Allah bahkan mengolok-olok, mengejek, menzalimi para nabi, keadaan kita sekarang di tengah maraknya kejahatan di antara kita juga masih ada orang-orang yang saleh yang menjalankan agama dengan baik. Kebanyakan kita sekarang beriman setengah-tengah. Ada yang yang menjalankan perintah Allah setengah-setengah dan melakukan juga larangan Allah, ada juga yang katanya beriman dan beragam islam tetapi membenci peraturan Allah jadi bercampur antara yang haq dan yang batil. Oleh karenanya, Allah tidak menurunkan azab secara penuh tetapi menegur kita dengan bencana.

Saya lebih mengarah bahwa bencana yang terjadi pada kita pada dekade ini adalah merupakan teguran dari Allah, untuk menyadarkan kita semua supaya beranjak dari perbuatan dosa menuju ke jalan kebenaran. Oleh karena Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang tidak rela melihat kita tergelincir dan larut dalam kesalahan, jadi Allah memberikan teguran agar kita kembali ke jalan-Nya.

Adapun misalnya jika kita mengatakan bencana tersebut hanya sebagai ujian dari Allah semata dan hanya sebagai penghibur korban, maka tidak akan ada usaha untuk memperbaiki diri, tidak akan ada introspeksi diri, dan kita (secara umum) merasa baik-baik saja dan tidak melakukan perbaikan atau taubat meskipun telah melakukan banyak penyimpangan dari aturan agama.

Namun semuanya tidak ada yang bersifat mutlak karena bisa jadi ada korban yang saleh yang memang diberikan ujian dari Allah supaya bertambah keimannya, bisa juga memang ada korban yang diberikan azab atas kejahatannya, dan yang paling mendekati kebenaran di sini yaitu Allah menegur hamba-Nya yang salah dengan musibah supaya kita kembali ke jalan yang benar.

Analoginya seperti ini, jika dalam suatu keluarga atau sekolah ada anak-anak yang membandel, nakal, sering membolos, sering mengganggu temannya, suka tawuran, dan tidak menjalankan aturan orang tua atau aturan sekolah, maka pasti jalan yang terbaik untuk kebaikan anak tersebut dengan diberikan hukuman atas kesalahannya, jika dibiarkan tanpa ada hukuman maka kenakalannya akan terus bertambah oleh karena dia merasa tidak apa-apa kalau nakal toh tidak ada juga hukumannya. Begitulah Allah SWT mengajarkan kita melalui melalui fenomena-fenomena yang terjadi.

Oleh karena itu, mari kita semua bermuhasabah dan instrospeksi diri terhadap kesalahan-kesalahan kita selama ini, mari taubat dan meninggalkan maksiat serta kita belajar menjalankan peraturan Allah semampu kita, janganlah kita malah membenci orang yang “ber amar ma’ruf nahi mungkar” dan kita jangan lebih suka saling memfitnah. Amat tidak etis jika kita mengatakan bahwa bencana ini adalah karena gejala alam semata tidak ada hubungannya dengan agama, seperti yang kita menganggap bahwa segala aturan-aturan bermasyarakat dan bernegara itu di atur oleh Negara tidak ada sangkut pautnya dengan agama, padahal agama itu diturunkan Allah sebagai petunjuk dalam mengarungi kehidupan ini.

Jika penduduk negeri ini tak berhenti dari perbuatan maksiat dan perilaku syirik, maka itu akan bisa memenuji syarat untuk manusia menerima bencana demi bencana dari Allah. Coba kita renungkan Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an yaitu:

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Q.S. Al-A’raaf : 96)

SELURUH MANUSIA MEMPUNYAI KESALAHAN, TETAPI SEBAIK-BAIK MANUSIA ADALAH YANG SELALU MENYADARI KESALAHANNYA DAN BERUSAHA MEMPERBAIKINYA.

Bina Kreatif 2012

Rabu, 29 Februari 2012

INDAHNYA BERBAGI

SEPUTAR PROBLEMATIKA ANAK


“TIDAK MAU SEKOLAH”
Pertanyaan :
Sejak kecil putri saya diasuh oleh budenya. Menjelang usia 2 tahun bude tidak bisa lagi mengasuh dan kami memutuskan untuk memasukkannya ke playgroup karena kami belum menemukan pengasuh yang tepat untuknya. Sedangkan saya dan istri bekerja. Awalnya ia senang , karena kami bergantian menungguinya. Namun belakangan ini ia selalu menolak untuk bersekolah. Sejak dari rumah ia sudah menangis agar tidak bersekolah maunya ikut kami ke kantor. Karena tidak mungkin ikut terus ke kantor, kami dengan terpaksa membawanya dan meninggalkannya di sekolah. Walaupun pada awalnya menangis meronta-ronta, tetapi menurut para gurunya itu hanya sebentar. Ketika sore hari saya jemput, ia terlihat ceria dan selalu bilang “ayah iat nggak nangis” dan ini selalu terjadi setiap hari. Namun ada satu hal yang membuat saya gundah. Dalam tidurnya ia sering sesenggukan ( seperti habis menangis karena sedih sekali ). Saya tidak tahu, apakah itu pertanda depresi atau apa. Saya takut sebenarnya ia merasa tertekan, karena setiap kali kita mengucapkan kata “sekolah”, ia seperti takut dan langsung bilang “nggak sekolah…” apa yang seharusnya kami lakukan?
Jawab :
Memang sering menjadi dilema bagi orang tua yang bekerja antara harus mencari nafkah dan menemani anak di rumah. Namun dari sisi anak juga perlu dipahami bahwa di usianya sekarang ia masih butuh perhatian besar dari kedua orangtuanya.
Sebenarnya anak berusia di bawah 3 tahun belum wajib sekolah karena stimulasi yang diberikan di sekolah masih bisa diberikan oleh orang tua / pengasuh di rumah dan sebaiknya hindari alasan menjadikan sekolah sebagai tempat menitipkan anak karena dikhawatirkan anak akan merasa “tersisihkan” dari orang tuanya yang harus bekerja. Selain itu, sekolah pertama bagi anak sebaiknya jangan langsung yang mengharuskan kehadiran anak setiap hari, idealnya adalah 1-3 kali seminggu.
Menurut saya, yang dialami anak bapak adalah ketidak mampuan untuk beradaptasi secara baik dengan perubahan drastis dalam kehidupannya. Awalnya, ia merasa nyaman dalam pengasuhan bude di rumah. Sekarang ia harus masuk dalam lingkungan baru yang berbeda jauh dengan rumah dimana ia harus berbagi perhatian dengan anak lainnya dan berjauhan dengan oaring-orang yang dekat dengannya. Hal ini bisa sangat di pahami untuk anak seusia anak anda. Saya juga melihat anak anda mengingkan perhatian yang lebih dari kedua orang tuanya. Karena itu ia enggan berpisah dari orang tuanya. Anda dan pasangan mungkin sudah merasa memberikan banyak waktu dan perhatian, tetapi anak mungkin merasa belum cukup. Sering kali orangtua merasa, dengan mengurusi kebutuhannya seperti memandikan atau menyuapi makan. Mereka sudah memberikan perhatian pada anak. Padahal itu baru kebutuhan lahiriah saja. Ada kebutuhan emosi anak yang terlewatkan. Untuk memenuhinya, anda bisa sering-sering mengajaknya bicara tentang perasaannya. Misalnya sebelum tidur, Anda bisa bertanya apa yang ia alami hari ini dan bagaimana perasaannya tentang itu. Momen ini juga bisa anda pakai untuk menjelaskan dengan bahasa anak mengapa orang tuanya harus bekerja dan meninggalkannya di sekolah. Percakapan emosi dengan anak bisa membantu anak mengeluarkan semua perasaan yang dialaminya sehingga tidak terbawa hingga tidur. Mengigau yang dialami anak disebabkan oleh kondisi emosi anak yang tidak tenang karena hal-hal yang ia alami di siang harinya atau sebelum tidur.
Dari cerita Anda, saya lihat sebenarnya tidak ada masalah dengan sekolahnya karena setelah si anak menangis dan meronta, ia bisa baik kembali. Namun, tidak ada salahnya anda mencaritahu apa yang membuat anak tidak nyaman di sekolah. Apakah gurunya kurang hangat? Adakah teman yang mengganggu ? Apakah aktivitas sekolahnya yang terlalu melelahkan? Caritahu dengan menanyai anak secara jeli sehingga ditemukan alasan yang sebenarnya. Konsultasikan juga masalah ini dengan guru sehingga penyebab dan pemecahannya bisa dicari bersama.
Jangan lupa, berikan penghargaan positif pada anak jika ia bisa melewati hari sekolahnya dengan ceria. Berikan ia pujian, pelukan hangat, atau hadiah berupa dibacakan cerita di malam harinya. Sebisa mungkin usahakan waktu di akhir pekan hanya diperuntukkan untuk anak dan keluarga. Satu lagi saran saya, secepatnya carilah pengasuh yang bisa dipercaya dan sudah punya hubungan dekat dengan anak sebelumnya. Dengan adanya pengasuh , diharapkan anak tidak harus berada di sekolah setiap hari dan sampai sore.
Jika dalam waktu satu bulan anak tidak menunjukkan kemajuan setelah anda melakukan usaha-usaha tersebut di atas (anak masih mengigau dan menolak sekolah ), anda bisa mengosultasikan masalah ini ke psikolog anak terdekat agar anak anda tertangani dengan baik.

INSPIRING :
Berikan perhatian dan kasih sayang putra-putri anda sepenuh hati , sehingga anak tumbuh dan berkembang dalam kebahagiaan dan keharmonisan. Sahabat… banyak orang yang menyesal ketika tidak bisa memberikan perhatian dan kasih sayang dimasa kecilnya anak , akibatnya diusia remaja banyak yang akhirnya menjauh dari orang tuanya. Sayangi anak setulus hati.

~~ Kak Wien ~~

INFO REDAKSI 2009

Sekilas info

“BINA KREATIF” inclusi school.

Beberapa bulan yang lalu, kami kedatangan seorang ibu dengan anaknya yang berusia 7 tahun. Sekilas anak ini terlihat normal, namun ternyata anak ini menderita gangguan autisma. Dengan kalimat yang terbata – bata dan linangan air mata ibu tersebut menceritakan kondisi anaknya tersebut. Bukan itu saja secara kebetulan anak pertamanya juga menderita autis. Waktu kami bertanya sejak kapan ibu mengetahui bahwa anak ibu menderita autisme? Ibu menjawab bahwa ia mengetahui anaknya menderita autis semenjak si anak berumur 2 tahun. Lagi – lagi masalah ekonomi menjadi penghalang bagi ibu untuk memberikan penanganan dini bagi anaknya. Dengan hanya mengandalkan penghasilan ayah yang kerja serabutan menjadi suatu hal yang mustahil bagi sang ibu untuk memberikan penanganan dini bagi sang anak. Kita sama – sama tahu bahwa biaya yang harus dikeluarkan untuk menangani anak autis sangat besar. Memang ada pusat – pusat penanganan autis yang tidak memungut biaya alias gratis, namun letaknya umumnya ditengah kota. Sangat jauh dari jangkauan kami yang berada diperbatasan depok dan bogor. Walhasil pemandangan orang tua yang membiarkan begitu saja “anak specialnya” berkembang apa adanya sering kami jumpai.

Mengingat perkembangan autis saat ini semakin meningkat, memang sebaiknya lebih banyak informasi mengenai gejala – gejala autis dan penanganannya diberikan ke masyarakat. Bayangkan saja, menurut lembaga riset autisme yang berpusat di Amerika perbandingan penderita autis adalah 1 : 150 sedangkan di inggris lebih fantastis lagi yaitu 1 : 100. dan ini semua mungkin akan menjadi semakin besar. Di Indonesia sendiri belum ada riset yang menyebutkan data spesifik penderita autisme. Autisme sendiri dalam dunia kedokteran berada dalam grey area. Penyebab autisme tidak diketahui secara jelas. Namun yang pasti bukan karena keturunan.

Kami disini tidak akan membahas tentang apa itu autis dan bagaimana penanganannya. Bermula dari cerita diawal tulisan kami, kami lebih menujukan tulisan ini untuk para ibu yang memiliki anak special need. Karena kami begitu memahami betapa berat beban yang dipikul para ibu yang punya anak special need.

Anak adalah karunia Tuhan yang begitu kita dambakan. Namun betapa hancur hati orang tua begitu mengetahui anak yang selama ini ditunggu- tunggu tidak seperti yang diharapkan. Perasaan bercampur aduk antara penerimaan dan penolakan. Ada rasa senang karea memiliki anak, namun ada rasa marah, sedih dan kecewa.

Perasaan putus asa seringkali mewarnai hati orang tua dalam mendampingi anaknya. Ketika masalah demi masalah datang silih berganti namun seolah tidak ada penyelesaiannya.

Mungkin disaat orang tua mulai bisa menerima kondisi anak, masalah muncul dari anggota keluarga lain atau dari lingkungan sekitar. Kami menemukan beberapa kasus yang nenek atau kakek tidak bisa menerima cucunya yang autis. Bisa jadi karena malu atau merasa tidak pernah punya keturunan yang “berbeda” dengan orang kebanyakan.

Beberapa orang tua mengeluh betapa sulitnya mencari teman bermain bagi anaknya. Bisa dimaklumi karena kondisi anak autis seringkali tantrum sehingga banyak yang menjadi “korban” entah itu dipukul, digigit atau ditendang. Apalagi kalau anak kita lantas dicap sebagai anak yang nakal. Memang sedih juga ya bu…, melihat anak- anak lain bisa bermain dengan ceria sementara anak kita hanya bisa melihat teman – temannya dari balik pagar rumah.

Dalam menghadapi semua ini, kami selalu menyarankan para orang tua untuk berbagi pengalaman dengan sesama orang tua yang memiliki anak khusus. Sehingga beban psikologis bisa terangkat. Bergabung dengan berbagai milis atau perkumpulan orang tua penyandang autis juga sangat kami sarankan. Satu kata kunci yang harus selalu dipegang adalah IKHLAS. Ikhlas menerima semua pemberian Tuhan ini dan berusaha semampunya karena bagaimanapun pasti ada hikmah dibalik semua yang diberikan Tuhan kepada kita.

Penanganan anak autis tidak bisa berjalan sendiri – sendiri. Harus ada kerjasama antar orang tua, dokter, terapis, psikolog dan orang orang terdekat yang terlibat pengasuhan. Terbuka terhadap setiap masukan yang diberikan dan jangan merasa benar sendiri.

Kami menghimbau juga kepada para ibu dan ayah yang menemukan anak berkebutuhan khusus dilingkungan rumah atau di sekolah, jangan dikucilkan. Karena dukungan dari lingkungan sekitar sangat mempengaruhi perkembangan si anak. Mungkin anak ini terlihat aneh dan menjengkelkan, tapi ingatlah merekapun memiliki hak yang sama seperti anak- anak lainnya.

Info selanjutnya Hubungi :

Bina Kreatif Inclusi School ( 021 ) 87987089

e-mail : www.bina.kreatif@yahoo.co.id

JURNAL "KAK WIEN" 2009

AKTIVITAS “ KAK WIEN”


Selain Aktif sebagai psikolog dan konsultan Pendidikan, Beliau juga mengisi Rubrik Psikologi di RRI Pro – 1 Jakarta, “Banyak hal yang harus diperbaiki dalam mengasuh dan mendidik Anak – anak” kata Kak Wien ketika sedang wawancara di RRI Pro- 1 bersama Ibu DR.Heren … dari Dirjen Kesetaraan DIKNAS Jakarta.

Mengisi Seminar Psikologi sudah menjadi agenda rutin bahkan beliau ini bisa 20 – 25 kali mengisi seminar dalam sebulan ,….. kebayang juga sih padatnya aktivitas beliau….. beberapa kali mengisi seminar ternyata ada yang berkesan ….. seperti saat mengisi seminar di “BEKhANG TNI – AD” Cibinong Bogor. “Awalnya tegang sekali” kata beliau …. tetapi selanjutnya juga asyik.

Keceriaan saat mengisi Seminar itulah yang menjadi cirikhas Kak Wien…. “Bapak , Ibu sehaaaaat…..” kata kakWien. “Sehatttttt…” Jawab Audien. “Kantongnya juga sehaaaattttt…..” sapaan lagi dari beliau. “Haaaa ….haaaa…..haaaa…” Sambut Audien. Wah pokoknya seru deh…. kalau ikutan seminarnya kakWien.

Beliau juga aktif di beberapa lembaga riset… juga lembaga – lembaga ( LSM ) yang berkecimpung di dunia anak. Yang tak kalah menariknya beliau juga sering mengadakan “Sharing Psikologi” dengan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Beliau juga sebagai Pendiri “SEKOLAH INKLUSI” Bina Kreatif di Depok. Yaitu sekolah yang mengajarkan pada Anak – anak Berkebutuhan khusus, seperti Autisme, syndrome down , Cerebral Palsi “CP” , ADHD , ADD dan lain – lain.

Kak Wien ini juga mendirikan “Kursus Emosional” asyik ya….. kalau pingin ketemu beliau … he…he…. mesti bikin janji dulu ke staf managementnya…. Oke … semoga bisa lebih akrab lagi dengan beliau….. SUKSES KAK WIEN …. ( Red on line Bina Kreatif )