Rabu, 29 Februari 2012

INDAHNYA BERBAGI

SEPUTAR PROBLEMATIKA ANAK


“TIDAK MAU SEKOLAH”
Pertanyaan :
Sejak kecil putri saya diasuh oleh budenya. Menjelang usia 2 tahun bude tidak bisa lagi mengasuh dan kami memutuskan untuk memasukkannya ke playgroup karena kami belum menemukan pengasuh yang tepat untuknya. Sedangkan saya dan istri bekerja. Awalnya ia senang , karena kami bergantian menungguinya. Namun belakangan ini ia selalu menolak untuk bersekolah. Sejak dari rumah ia sudah menangis agar tidak bersekolah maunya ikut kami ke kantor. Karena tidak mungkin ikut terus ke kantor, kami dengan terpaksa membawanya dan meninggalkannya di sekolah. Walaupun pada awalnya menangis meronta-ronta, tetapi menurut para gurunya itu hanya sebentar. Ketika sore hari saya jemput, ia terlihat ceria dan selalu bilang “ayah iat nggak nangis” dan ini selalu terjadi setiap hari. Namun ada satu hal yang membuat saya gundah. Dalam tidurnya ia sering sesenggukan ( seperti habis menangis karena sedih sekali ). Saya tidak tahu, apakah itu pertanda depresi atau apa. Saya takut sebenarnya ia merasa tertekan, karena setiap kali kita mengucapkan kata “sekolah”, ia seperti takut dan langsung bilang “nggak sekolah…” apa yang seharusnya kami lakukan?
Jawab :
Memang sering menjadi dilema bagi orang tua yang bekerja antara harus mencari nafkah dan menemani anak di rumah. Namun dari sisi anak juga perlu dipahami bahwa di usianya sekarang ia masih butuh perhatian besar dari kedua orangtuanya.
Sebenarnya anak berusia di bawah 3 tahun belum wajib sekolah karena stimulasi yang diberikan di sekolah masih bisa diberikan oleh orang tua / pengasuh di rumah dan sebaiknya hindari alasan menjadikan sekolah sebagai tempat menitipkan anak karena dikhawatirkan anak akan merasa “tersisihkan” dari orang tuanya yang harus bekerja. Selain itu, sekolah pertama bagi anak sebaiknya jangan langsung yang mengharuskan kehadiran anak setiap hari, idealnya adalah 1-3 kali seminggu.
Menurut saya, yang dialami anak bapak adalah ketidak mampuan untuk beradaptasi secara baik dengan perubahan drastis dalam kehidupannya. Awalnya, ia merasa nyaman dalam pengasuhan bude di rumah. Sekarang ia harus masuk dalam lingkungan baru yang berbeda jauh dengan rumah dimana ia harus berbagi perhatian dengan anak lainnya dan berjauhan dengan oaring-orang yang dekat dengannya. Hal ini bisa sangat di pahami untuk anak seusia anak anda. Saya juga melihat anak anda mengingkan perhatian yang lebih dari kedua orang tuanya. Karena itu ia enggan berpisah dari orang tuanya. Anda dan pasangan mungkin sudah merasa memberikan banyak waktu dan perhatian, tetapi anak mungkin merasa belum cukup. Sering kali orangtua merasa, dengan mengurusi kebutuhannya seperti memandikan atau menyuapi makan. Mereka sudah memberikan perhatian pada anak. Padahal itu baru kebutuhan lahiriah saja. Ada kebutuhan emosi anak yang terlewatkan. Untuk memenuhinya, anda bisa sering-sering mengajaknya bicara tentang perasaannya. Misalnya sebelum tidur, Anda bisa bertanya apa yang ia alami hari ini dan bagaimana perasaannya tentang itu. Momen ini juga bisa anda pakai untuk menjelaskan dengan bahasa anak mengapa orang tuanya harus bekerja dan meninggalkannya di sekolah. Percakapan emosi dengan anak bisa membantu anak mengeluarkan semua perasaan yang dialaminya sehingga tidak terbawa hingga tidur. Mengigau yang dialami anak disebabkan oleh kondisi emosi anak yang tidak tenang karena hal-hal yang ia alami di siang harinya atau sebelum tidur.
Dari cerita Anda, saya lihat sebenarnya tidak ada masalah dengan sekolahnya karena setelah si anak menangis dan meronta, ia bisa baik kembali. Namun, tidak ada salahnya anda mencaritahu apa yang membuat anak tidak nyaman di sekolah. Apakah gurunya kurang hangat? Adakah teman yang mengganggu ? Apakah aktivitas sekolahnya yang terlalu melelahkan? Caritahu dengan menanyai anak secara jeli sehingga ditemukan alasan yang sebenarnya. Konsultasikan juga masalah ini dengan guru sehingga penyebab dan pemecahannya bisa dicari bersama.
Jangan lupa, berikan penghargaan positif pada anak jika ia bisa melewati hari sekolahnya dengan ceria. Berikan ia pujian, pelukan hangat, atau hadiah berupa dibacakan cerita di malam harinya. Sebisa mungkin usahakan waktu di akhir pekan hanya diperuntukkan untuk anak dan keluarga. Satu lagi saran saya, secepatnya carilah pengasuh yang bisa dipercaya dan sudah punya hubungan dekat dengan anak sebelumnya. Dengan adanya pengasuh , diharapkan anak tidak harus berada di sekolah setiap hari dan sampai sore.
Jika dalam waktu satu bulan anak tidak menunjukkan kemajuan setelah anda melakukan usaha-usaha tersebut di atas (anak masih mengigau dan menolak sekolah ), anda bisa mengosultasikan masalah ini ke psikolog anak terdekat agar anak anda tertangani dengan baik.

INSPIRING :
Berikan perhatian dan kasih sayang putra-putri anda sepenuh hati , sehingga anak tumbuh dan berkembang dalam kebahagiaan dan keharmonisan. Sahabat… banyak orang yang menyesal ketika tidak bisa memberikan perhatian dan kasih sayang dimasa kecilnya anak , akibatnya diusia remaja banyak yang akhirnya menjauh dari orang tuanya. Sayangi anak setulus hati.

~~ Kak Wien ~~

INFO REDAKSI 2009

Sekilas info

“BINA KREATIF” inclusi school.

Beberapa bulan yang lalu, kami kedatangan seorang ibu dengan anaknya yang berusia 7 tahun. Sekilas anak ini terlihat normal, namun ternyata anak ini menderita gangguan autisma. Dengan kalimat yang terbata – bata dan linangan air mata ibu tersebut menceritakan kondisi anaknya tersebut. Bukan itu saja secara kebetulan anak pertamanya juga menderita autis. Waktu kami bertanya sejak kapan ibu mengetahui bahwa anak ibu menderita autisme? Ibu menjawab bahwa ia mengetahui anaknya menderita autis semenjak si anak berumur 2 tahun. Lagi – lagi masalah ekonomi menjadi penghalang bagi ibu untuk memberikan penanganan dini bagi anaknya. Dengan hanya mengandalkan penghasilan ayah yang kerja serabutan menjadi suatu hal yang mustahil bagi sang ibu untuk memberikan penanganan dini bagi sang anak. Kita sama – sama tahu bahwa biaya yang harus dikeluarkan untuk menangani anak autis sangat besar. Memang ada pusat – pusat penanganan autis yang tidak memungut biaya alias gratis, namun letaknya umumnya ditengah kota. Sangat jauh dari jangkauan kami yang berada diperbatasan depok dan bogor. Walhasil pemandangan orang tua yang membiarkan begitu saja “anak specialnya” berkembang apa adanya sering kami jumpai.

Mengingat perkembangan autis saat ini semakin meningkat, memang sebaiknya lebih banyak informasi mengenai gejala – gejala autis dan penanganannya diberikan ke masyarakat. Bayangkan saja, menurut lembaga riset autisme yang berpusat di Amerika perbandingan penderita autis adalah 1 : 150 sedangkan di inggris lebih fantastis lagi yaitu 1 : 100. dan ini semua mungkin akan menjadi semakin besar. Di Indonesia sendiri belum ada riset yang menyebutkan data spesifik penderita autisme. Autisme sendiri dalam dunia kedokteran berada dalam grey area. Penyebab autisme tidak diketahui secara jelas. Namun yang pasti bukan karena keturunan.

Kami disini tidak akan membahas tentang apa itu autis dan bagaimana penanganannya. Bermula dari cerita diawal tulisan kami, kami lebih menujukan tulisan ini untuk para ibu yang memiliki anak special need. Karena kami begitu memahami betapa berat beban yang dipikul para ibu yang punya anak special need.

Anak adalah karunia Tuhan yang begitu kita dambakan. Namun betapa hancur hati orang tua begitu mengetahui anak yang selama ini ditunggu- tunggu tidak seperti yang diharapkan. Perasaan bercampur aduk antara penerimaan dan penolakan. Ada rasa senang karea memiliki anak, namun ada rasa marah, sedih dan kecewa.

Perasaan putus asa seringkali mewarnai hati orang tua dalam mendampingi anaknya. Ketika masalah demi masalah datang silih berganti namun seolah tidak ada penyelesaiannya.

Mungkin disaat orang tua mulai bisa menerima kondisi anak, masalah muncul dari anggota keluarga lain atau dari lingkungan sekitar. Kami menemukan beberapa kasus yang nenek atau kakek tidak bisa menerima cucunya yang autis. Bisa jadi karena malu atau merasa tidak pernah punya keturunan yang “berbeda” dengan orang kebanyakan.

Beberapa orang tua mengeluh betapa sulitnya mencari teman bermain bagi anaknya. Bisa dimaklumi karena kondisi anak autis seringkali tantrum sehingga banyak yang menjadi “korban” entah itu dipukul, digigit atau ditendang. Apalagi kalau anak kita lantas dicap sebagai anak yang nakal. Memang sedih juga ya bu…, melihat anak- anak lain bisa bermain dengan ceria sementara anak kita hanya bisa melihat teman – temannya dari balik pagar rumah.

Dalam menghadapi semua ini, kami selalu menyarankan para orang tua untuk berbagi pengalaman dengan sesama orang tua yang memiliki anak khusus. Sehingga beban psikologis bisa terangkat. Bergabung dengan berbagai milis atau perkumpulan orang tua penyandang autis juga sangat kami sarankan. Satu kata kunci yang harus selalu dipegang adalah IKHLAS. Ikhlas menerima semua pemberian Tuhan ini dan berusaha semampunya karena bagaimanapun pasti ada hikmah dibalik semua yang diberikan Tuhan kepada kita.

Penanganan anak autis tidak bisa berjalan sendiri – sendiri. Harus ada kerjasama antar orang tua, dokter, terapis, psikolog dan orang orang terdekat yang terlibat pengasuhan. Terbuka terhadap setiap masukan yang diberikan dan jangan merasa benar sendiri.

Kami menghimbau juga kepada para ibu dan ayah yang menemukan anak berkebutuhan khusus dilingkungan rumah atau di sekolah, jangan dikucilkan. Karena dukungan dari lingkungan sekitar sangat mempengaruhi perkembangan si anak. Mungkin anak ini terlihat aneh dan menjengkelkan, tapi ingatlah merekapun memiliki hak yang sama seperti anak- anak lainnya.

Info selanjutnya Hubungi :

Bina Kreatif Inclusi School ( 021 ) 87987089

e-mail : www.bina.kreatif@yahoo.co.id

JURNAL "KAK WIEN" 2009

AKTIVITAS “ KAK WIEN”


Selain Aktif sebagai psikolog dan konsultan Pendidikan, Beliau juga mengisi Rubrik Psikologi di RRI Pro – 1 Jakarta, “Banyak hal yang harus diperbaiki dalam mengasuh dan mendidik Anak – anak” kata Kak Wien ketika sedang wawancara di RRI Pro- 1 bersama Ibu DR.Heren … dari Dirjen Kesetaraan DIKNAS Jakarta.

Mengisi Seminar Psikologi sudah menjadi agenda rutin bahkan beliau ini bisa 20 – 25 kali mengisi seminar dalam sebulan ,….. kebayang juga sih padatnya aktivitas beliau….. beberapa kali mengisi seminar ternyata ada yang berkesan ….. seperti saat mengisi seminar di “BEKhANG TNI – AD” Cibinong Bogor. “Awalnya tegang sekali” kata beliau …. tetapi selanjutnya juga asyik.

Keceriaan saat mengisi Seminar itulah yang menjadi cirikhas Kak Wien…. “Bapak , Ibu sehaaaaat…..” kata kakWien. “Sehatttttt…” Jawab Audien. “Kantongnya juga sehaaaattttt…..” sapaan lagi dari beliau. “Haaaa ….haaaa…..haaaa…” Sambut Audien. Wah pokoknya seru deh…. kalau ikutan seminarnya kakWien.

Beliau juga aktif di beberapa lembaga riset… juga lembaga – lembaga ( LSM ) yang berkecimpung di dunia anak. Yang tak kalah menariknya beliau juga sering mengadakan “Sharing Psikologi” dengan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Beliau juga sebagai Pendiri “SEKOLAH INKLUSI” Bina Kreatif di Depok. Yaitu sekolah yang mengajarkan pada Anak – anak Berkebutuhan khusus, seperti Autisme, syndrome down , Cerebral Palsi “CP” , ADHD , ADD dan lain – lain.

Kak Wien ini juga mendirikan “Kursus Emosional” asyik ya….. kalau pingin ketemu beliau … he…he…. mesti bikin janji dulu ke staf managementnya…. Oke … semoga bisa lebih akrab lagi dengan beliau….. SUKSES KAK WIEN …. ( Red on line Bina Kreatif )